Kamis, 12 April 2012

Paulus Dan Kesan Ajarannya: Asas-asas Ajaran Paulus


Para penganut agama Kristian pada hari ini mendakwa bahawa Paulus adalah tergolong dalam senarai para pengikut Isa a.s. dan bertanggungjawab menyebarkan ajaran-ajaran Nabi Isa a.s. ke serata dunia. Namun begitu, terdapat banyak ajaran-ajaran Paulus yang terkandung di dalam tulisan-tulisannya yang amat bertentangan dengan apa yang telah disuruh oleh Nabi Isa a.s. sendiri. Untuk memahami kenapa Paulus banyak menukar ajaran Isa a.s., kita perlu mengimbas kembali keadaan sejarah pada waktu itu.
Kebanyakan golongan bangsa asing yang bukan Yahudi atau Kristian ini menyembah tuhan-tuhan Yunani atau Rom kuno seperti Jupiter atau Zeus,AphroditeApolloArtemis dan sebagainya. Di dalam Alkitab, Paulus telah mengaku untuk sanggup melakukan apa saja untuk menukar kepercayaan bangsa bukan Yahudi yang berkepercayaan jahiliah itu agar kelihatan menarik kepada mereka. Beliau terus bertolak-ansur dengan mereka dan mengubah ajaran Nabi Isa a.s. kepada satu agama yang hampir serupa dengan kepercayaan bukan Yahudi itu yang mempercayai konsep Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Tuhan Penyelamat dan sebagainya.
Mereka percaya bahawa tuhan-tuhan mereka ini telah mati disebabkan dosa-dosa lampau mereka dan kemudian dihidupkan kembali. Paulus pula menyatakan bahawa Nabi Isa a.s. adalah anak Tuhan dan anak Tuhan ini telah mati untuk menebus dosa seluruh umat manusia dengan darahhnya. Golongan bukan Yahudi ini mula melihat pertalian dan persamaan yang besar di antara kedua-dua kepercayaan ini. Mereka hanya perlu menukarkan beberapa nama sahaja untuk menyamakannya. Dengan cara ini, Paulus berjaya meyakinkan kaum Yunani dan golongan bukan Yahudi yang lain untuk “menerima” agama Nabi Isa a.s. ini.
Ketika mereka sampai ke Lucaonia dan menyembuhkan seorang yang pincang, terdapat desas-desus bahwa dewa-dewa telah diturunkan kepada mereka dalam bentuk manusia. Mereka memanggil Barnabas dengan sebutan Jupiter dan Paulus dengan sebutan Mercuries. Kemudian para pendeta (penyembah) Jupiter membawa binatang ternak dan karangan bunga ke pintu-pintu gerbang, dan akan melakukan pengorbanan bersama orang-orang banyak. Maka ketika para rasul tersebut, Barnabas dan Paulus, mendengar tentang hal tersebut, mereka mengoyakkan pakaian dan lari ke kumpulan orang yang sedang berteriak-teriak:
“Dan mereka berdua berkata: ‘Tuan-tuan, mengapa anda melakukan semua ini? Kami berdua juga manusia yang ingin membagi kasih dengan saudara, dan mengajarkan kepada anda tentang Tuhan Yang Maha Hidup yang telah menciptakan langit dan bumi, laut dan segala sesuatu yang ada didalamnya’.” (Kisah Para Rasul, 14:15)
Jika reaksi dari penduduk Yunani adalah seperti ini (yang menganggap bahawa Barnabas dan Paulus adalah dewa yang menyerupai manusia), maka hal ini menandakan bahwa kedua-duanya mengalami masalah dalam menyebarkan ajarannya. Seorang yang mengenali Isa a.s. akan sangat mudah mengenali bahwa ajarannya merupakan sambungan dari ajaran Musa a.s. Tetapi bagi kebanyakan penyembah berhala, ajaran ini dipandang baru dan aneh. Semua penyembah berhala, yang mengakui banyak dewa tetap mempercayai bahwa Tuhan itu beragam.
Bagi orang-orang Yunani, penggambaran tentang Isa a.s. sesuai dengan salah satu dewa mereka dan mungkin sekali dengan cara ini mereka mudah untuk menerima ajaran Isa a,s, dalam penggambaran seperti ini, sebab bagi pemahaman mereka tetap ada ruang untuk lebih dari satu. Ajaran Isa a.s. mengenai konsep tauhid adalah suatu bentuk penghapusan semua dewa-dewa yang pelbagai itu. Ajaran inilah yang tidak dapat diterima oleh mereka. Bagi orang yang setulus dan seteguh Barnabas, tugas menciptakan cara hidup yang diajarkan Yesus di Yunani tanpa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, pastilah sangat berat.
Bagi Paulus, yang telah memperlihatkan kecenderungannya mengubah ajaran yang diketahuinya, melihat kesempatan untuk “berdakwah” dengan terlebih dahulu menggunakan kepercayaan orang-orang Yunani tersebut dan ditamsilkan ke dalam Isa a.s. Saat itu Yunani telah menjadi sebahagian dari kekaisaran Rom. Dewa-dewa Rom banyak memiliki persamaan dengan dewa-dewa yang dianuti oleh orang Yunani dan Paulus adalah seorang yang sangat bijak memanfaatkan situasi ini. Beliau menyedari sepenuhnya keteguhan kepercayaan dalam agama Yunani-Rom (campuran elemen agama Yunani dan Rom) dari rakyat awam di alam kekaisaran Rom tersebut. Jelas terlihat bahwa beliau merasakan tidak mungkin dapat mengubah cara ibadah mereka tanpa diubah ajaran Isa a.s.
Paulus telah menginovasi dan merekacipta satu ajaran yang baru yang sesuai dengan akidah dan cara hidup golongan kaum Yunani dan bukan Yahudi. Apatah lagi dengan ketekunan Paulus menuntut kebudayaan dan falsafah Yunani (Hellenisma) sebelum ini dan aliran Stoa (yang mempertuhankan alam), lebih memudahkan lagi kerja Paulus untuk menarik masyarakat pada waktu itu untuk sama-sama masuk ke dalam agama baru yang dibawanya itu. Doktrin-doktrin itulah yang menjadi asas utama agama Kristian sehinggalah ke hari ini.
Kesimpulan ajaran-ajarannya ialah:
1. Paulus mengajarkan bahwa Tuhan bukan satu tetapi dua, iaitu Allah Bapa dan Allah Anak (I Korintus 1:3).
2. Nabi Isa a.s. adalah juga Allah yang sama dan sehakikat dengan-Nya. Walaupun adalah diakui bahawa Paulus tidak bertanggungjawab dalam mendefinisikan ajaran “Triniti” (Tritunggal), tetapi beliau telah meletakkan batu asas untuk ajaran seperti ini diperkembangkan pada zaman-zaman selepasnya.
3. Isa a.s. telah disalib, mati dan dikuburkan, bangkit pula pada hari yang ketiga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Maha Kuasa. Baginda disalib untuk menebus isi dunia ini disebabkan oleh seluruh manusia yang telah berdosa disebabkan dosa asal Adam a.s., tidak ada seorang pun yang terkecuali.1
4. Paulus juga mengajarkan bahwa hukum Taurat sudah tidak laku lagi sejak penyaliban Yesus di bukit Golgotha. Beliau kemudian berpendapat bahawa hukum Musa a.s. adalah sebenarnya sumber segala dosa dan suatu kutukan yang tiada taranya.2 Di dalam Galatia 5:4, beliau dengan angkuhnya mengatakan:
“Maka kamu yang hendak dibenarkan oleh Taurat Musa itu, sudah diceraikan daripada Kristus.”
Juga Paulus telah menekankan bahawa Kristus Yesus itulah adalah penyudah atau penamat Taurat.3 Meskipun Paulus mengatakan bahawa beliau tidak menentang ajaran-ajaran yang terkandung di dalam kitab Taurat, tetapi hakikatnya beliau telah menjadikan dirinya penentang nombor satu hukum-hukum di dalam kitab Taurat.4
Mengenai isu bersunat, beliau menyatakan:
“Camkanlah. Aku Paulus, berkata kepadamu, kalau kamu mahu bersunat, maka Kristus tak berguna lagi sedikitpun bagimu.” (Galatia 5:2).
Meskipun firman Allah s.w.t. telah berulang-ulang menegaskan mengenai perlunya bersunat secara hakiki5, tetapi Paulus dengan beraninya membatalkan perintah itu tanpa memberikan apa-apa alasan yang jelas.
Mengenai makanan yang diharamkan oleh Allah s.w.t. seperti daging babi dan sebagainya di dalam kitab Taurat, Paulus mengatakan:
“Maka barang sesuatu yang terjual di pasar daging, makanlah dengan tiada memeriksa sebab perasaan hati.” (I Korintus 10:25)
Itulah sebabnya maka Lukas, murid didikannya, telah “mengarang” cerita bahwa Allah telah menemui Petrus di dalam mimpi dan menyuruh Petrus memakan semua binatang tanpa kecuali, sama ada halal atau haram.






Ketuhanan Yesus dan Tanggapannya


Trinitas, misteri yang tidak bisa dijelaskan
Kemelut ajaran paganisme yang sudah bercampur-baur kedalam pengajaran asli Isa al-Masih memang memunculkan berbagai perdebatan hebat disepanjang sejarah agama Kristen, tidak kurang dari ratusan ribu orang yang menolak menerima Kristen Trinitas sebagai akidahnya telah dihukum bakar atau diakuisisi oleh pihak gereja diabad-abad kelamnya. Dari sini mungkin kita perlu juga sedikit banyak mendalami apa sebenarnya yang telah membuat jurang yang cukup lebar antara pengajaran Tauhid Isa kepada bangsa Israel dengan pengajaran Trinitas oleh sejumlah pihaknya.
Telah umum dalam pemahaman orang-orang Kristen bahwa Tuhan dikonsepkan menjadi tiga oknum, yaitu Tuhan Bapa (God the Father), Tuhan anak (Jesus the Christ) dan Tuhan Roh Kudus (The Holy Spirit). Dan ketiga-tiga oknum ini didalam keyakinan mereka merupakan sehakikat dan satu dalam kesatuannya. Adanya kehadiran Jesus atau Isa al-Masih yang disebut sebagai Tuhan anak (The Son of God) didalam salah satu unsur ke-Tuhanan Kristen, tidak hanya dipandang sebagai kiasan (metafora), namun lebih cenderung dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena perkataan Tuhan anak disini digunakan dalam arti yang sebenarnya, maka perkataan “Tuhan Bapa” disini seharusnya juga digunakan pula dalam arti “Bapa” yang sesungguhnya, sebab dengan demikian pemahaman ini menjadi benar. Namun hal ini akan menjadikan suatu hal yang mustahil untuk dapat diterima oleh akal sehat!
Karena diri “anak” yang sebenarnya dari sesuatu, adalah mustahil akan memiliki suatu zat dengan diri sang “Bapa” yang sesungguhnya dari sesuatu itu juga. Sebab pada ketika zat yang satu itu disebut anak, tidak dapat ketika itu juga zat yang satu ini disebut sebagai Bapak. Begitupula sebaliknya, yaitu pada ketika zat yang satu itu disebut sebagai Bapa, tidak dapat ketika itu kita sebut zat yang sama ini sebagai anak dari Bapa itu. Ketika zat yang satu ini kita sebut sebagai Bapa, maka dimanakah zat anak?
Tentunya kita semua sepakat bahwa kata apapun yang kita pakai dalam membicarakan Tuhan itu semata sebagai pengganti kata Dia (yaitu kata ganti yang tentu saja memang ada kata yang digantikannya), dan kata Zat dalam konteks pembicaraan kita disini bukanlah kata zat yang dapat dibagi menjadi zat zair, padat dan gas namun lebih kepada esensi wujud-Nya. Oleh karena dunia Kristiani memiliki konsep pluralitas Tuhan dalam satu zat, maka disini telah terjadi suatu dilema yang sukar dan untuk menjawab hal ini, mereka selalu melarikan diri pada jawaban “Misteri Tuhan yang sulit diungkapkan.” Suatu pernyataan yang mencoba menutupi ketidak berdayaan penganut Kristen didalam memberikan pemahaman mengenai doktrin keTuhanan mereka yang bertentangan dengan akal sehat.
Disatu sisi mereka memberikan kesaksian akan ke-Esaan dari Allah, namun pada sisi lain mereka juga dipaksa untuk menerima kehadiran unsur lain sebagai Tuhan selain Allah yang satu itu, logikanya adalah, jika disebut zat Tuhan Bapa lain dari zat Tuhan anak, maka akan nyata pula bahwa Tuhan itu tidak Esa lagi tetapi sudah menjadi dua (dualisme keTuhanan dan bukan Monotheisme atau Tauhid). Begitu pula dengan masuknya unsur ketuhanan yang ketiga, yaitu Roh Kudus, sehingga semakin menambah oknum ketuhanan yang satu menjadi tiga oknum yang berbeda satu dengan yang lainnya sehingga mau tidak mau pengakuan tentang ke-Esaan Tuhan (prinsip Monotheisme) akan menjadi sirna. Khusus mengenai diri Tuhan Roh Kudus sendiri, didalam al-Kitab kadangkala digambarkan sebagai api, sebagai burung dan lain sebagainya. Dan Tuhan Roh Kudus ini menurut kitab Perjanjian Lama sudah seringkali hadir ditengah-tengah manusia, baik sebelum kelahiran Isa al-Masih, masa keberadaannya ditengah para murid-murid hingga masa-masa setelah ketiadaan Isa paska penyaliban. Dan menghadapi hal ini, kembali kita sebutkan bahwa unsur Tuhan sudah terpecah kedalam tiga zat yang berbeda. Sebab jika tetap dikatakan masih dalam satu zat (satu kesatuan), maka ketika itu juga terjadilah zat Tuhan Bapa adalah zat Tuhan anak kemudian zat Tuhan anak dan zat Tuhan Bapa itu adalah juga zat dari Tuhan Roh Kudus. Pertanyaannya sekarang, sewaktu zat yang satu disebut Bapa, dimanakah anak?
Dan sewaktu zat yang yang satu disebut sebagai Tuhan anak, maka dimanakah Tuhan Bapa serta Tuhan Roh Kudus? Oleh sebab itu haruslah disana terdapat tiga wujud Tuhan dalam tiga zat yang berbeda. Sebab yang memperbedakan oknum yang pertama dengan oknum yang kedua adalah ‘keanakan’ dan ‘keBapaan’. Sedang anak bukan Bapa dan Bapa bukan anak!
Jadi nyata kembali bahwa Tuhan sudah tidak Esa lagi. Oleh karena itulah setiap orang yang mau mempergunakan akal pikirannya dengan baik dan benar akan menganggap bahwa ajaran Trinitas, bukanlah bersifat Monotheisme atau meng-Esakan Tuhan melainkan lebih condong kepada paham Polytheisme (sistem kepercayaan banyak Tuhan). Dengan begitu, maka nyata sudah bahwa ajaran itu bertentangan dengan ajaran semua Nabi-nabi yang terdahulu yang mengajarkan bahwa Tuhan itu adalah Esa dalam arti yang sebenarnya.
Kita dapati dari kitab Perjanjian Lama, Perjanjian Baru (khususnya 4 Injil) sampai kepada kitab suci umat Islam yaitu al-Qur’an, tidak didapati konsep pluralitas ketuhanan sebagaimana yang ada pada dunia Kristen itu sendiri. Pada masanya, Adam tidak pernah menyebut bahwa Tuhan itu ada tiga, demikian pula dengan Abraham, Daud, Musa, dan nabi-nabi sebelum mereka sampai pada Isa al~Masih sendiri juga tidak pernah mengajarkan asas ke-Tritunggalan Tuhan, apalagi dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh lagi bila kita analisa konsep Trinitas ini menyebutkan bahwa oknum Tuhan yang pertama terbeda dengan Ke-Bapaan, karena itu ia disebut sebagai Tuhan Bapa (Dia dianggap sebagai Tuhan yang lebih tua), sementara oknum Tuhan kedua terbeda dengan Keanakan yang lahir menjadi manusia bernama Isa al~Masih dalam pengertian singkatnya bahwa Tuhan anak baru ada setelah adanya Tuhan Bapa, karena itu ia disebut sebagai sang anak. Hal yang paling menarik lagi adalah tentang oknum Tuhan ketiga yaitu Roh Kudus yang justru terbeda sifatnya dengan keluarnya bagian dirinya dari Tuhan Bapa dan Tuhan anak, sehingga Bapa bukan anak dan anak bukan pula Bapak atau Roh Kudus.
Apabila sesuatu menjadi titik perbedaan sekaligus titik keistimewaan pada satu oknum, maka perbedaan dan keistimewaan itu harus juga ada pada zat oknum tersebut. Misalnya, satu oknum memiliki perbedaan dan keistimewaan menjadi anak, maka zatnya harus turut menjadi anak. Artinya zat itu adalah zat anak, sebab oknum tersebut tidak dapat terpisah daripada zatnya sendiri. Apabila perbedaan dan keistimewaan itu ada pada zatnya, maka ia harus adapula pada zat Tuhan, karena zat keduanya hanya satu. Oleh karena sesuatu tadi menjadi perbedaan dan keistimewaan pada satu oknum maka ia tidak mungkin ada pada oknum yang lain. Menurut misal tadi, keistimewaan menjadi anak tidak mungkin ada pada oknum Bapa.
  • Apabila ia tidak ada pada oknum Bapa, maka ia tidak ada pada zatnya.
  • Apabila ia tidak ada pada zatnya, maka ia tidak ada pada zat Allah.
Karena zat Bapa dengan zat Tuhan adalah satu (unity). Dengan demikian terjadilah pada saat yang satu, ada sifat keistimewaan tersebut pada zat Tuhan dan tidak ada sifat keistimewaan itu pada zat Tuhan. Misalnya, Tuhan anak lahir menjadi manusia. Apabila Tuhan anak menjadi manusia, maka zat Tuhan Bapa harus menjadi manusia karena zat mereka satu (sesuai dengan prinsip Monotheisme). Namun kenyataannya menurut dunia kekristenan bahwa Tuhan Bapa tidak menjadi manusia. Dengan demikian berarti zat Tuhan Allah tidak menjadi manusia.
Maka pada saat zat Tuhan Allah akan disebut menjadi manusia dan zat Tuhan Allah tidak menjadi manusia, maka ini menjadi dua yang bertentangan dan suatu konsep yang mustahil. Ajaran Trinitas yang mengakui adanya Tuhan Bapa, Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus hanya dapat dipelajari dan dapat diterima secara baik hanya jika dunia Kristen mendefenisikannya sebagai 3 sosok Tuhan yang berbeda dan terlepas satu sama lainnya, dalam pengertian diakui bahwa Tuhan bukan Esa, melainkan tiga (Trialisme). Siapapun tidak akan menolak bahwa Tuhan bersifat abadi, Alpha dan Omega, tidak berawal dan tidak berakhir, namun keberadaan Tuhan yang menjadi anak dan lahir dalam wujud manusia telah memupus keabadian sifat Tuhan didalam dunia Kristen, karena nyata ada Bapa dan ada anak alias telah ada Tuhan pertama yang lebih dulu ada yang disebut sebagai Tuhan tertinggi dan ada pula Tuhan yang baru ada setelah Tuhan yang pertama tadi ada. Akal manusia dapat membenarkan, jika Bapa dalam pengertian yang sebenarnya harus lebih dahulu ada daripada anaknya. Akal manusia akan membantah bahwa anak lebih dahulu daripada Bapa atau sang anak bersama-sama ada dengan Bapa, sebab bila demikian adanya tentu tidak akan muncul istilah Bapa maupun anak.
Apabila Tuhan Bapa telah terpisah dengan Tuhan anak dari keabadiannya, maka Tuhan anak itu tidak dapat disebut (diperanakkan) oleh Tuhan Bapa. sebab Tuhan Bapa dan Tuhan anak ketika itu sama-sama abadi, Alpha dan Omega, sama-sama tidak berpermulaan dan tidak ada yang lebih dahulu dan yang lebih kemudian hadirnya.
Apabila ia disebut diperanakkan, maka yang demikian menunjukkan bahwa ia adanya terkemudian daripada Bapa. Karena sekali lagi, anak yang sebenarnya harus ada terkemudian daripada Bapa yang sebenarnya. Apabila antara Tuhan Bapa serta Tuhan anak telah terbeda dari kekekalan, maka Tuhan Roh Kudus pun telah terbeda pula dari kekekalannya masing-masing, mereka bukan satu kesatuan tetapi tiga unsur yang berbeda. Kenyataan ini justru didukung penuh oleh kitab Perjanjian Baru sendiri, bukti pertama bisa kita baca dalam Injil karangan Matius pasal 3 ayat 16 sampai 17 :
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasnya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadanyalah Aku berkenan.” – Injil Matius pasal 3 ayat 16 dan 17
Pada ayat diatas secara langsung kita melihat keberadaan tiga oknum dari zat Tuhan yang berbeda secara bersamaan, yaitu satu dalam wujud manusia bernama Isa dengan status Tuhan anak, satu berwujud seperti burung merpati (yaitu Tuhan Roh Kudus) dan satunya lagi Tuhan Bapa sendiri yang berseru dari sorga dilangit yang sangat tinggi. Dengan berdasar bukti dari pemaparan Injil Matius diatas, bagaimana bisa sampai dunia Kristen mempertahankan argumentasi paham Monotheisme didalam sistem ketuhanan mereka ? Bukti lainnya yang menunjukkan perbedaan antara masing-masing zat Tuhan didalam dunia Kristen yang semakin membuktikan keterpisahan antara Tuhan yang satu dengan Tuhan yang lainnya dalam kemanunggalan mereka.
Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. – Injil Yohanes pasal 20 ayat 21 dan 22
Ayat Injil Yohanes diatas sebagaimana juga ayat dari Injil Matius pasal 3 ayat 16 dan 17 sebelumnya, memaparkan mengenai keterbedaan zat Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus sehingga semakin jelas bahwa antara Tuhan Bapa, Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus tidak ada ikatan persatuan dan tidak dapat disebut Tuhan yang Esa, masing-masing Tuhan memiliki pribadinya sendiri, inilah sistem kepercayaan banyak Tuhan (Pluralisme ketuhanan) sebagaimana juga yang diyakini oleh orang-orang Yunani maupun Romawi tentang keragaman dewa-dewa mereka. Konsep ini sama dengan konsep tiga makhluk bernama manusia, ada si Arman sebagai Bapa, ada si Daffa sebagai anak dan adapula si Haura, ketiganya berbeda pribadi namun tetap memiliki kesatuan, yaitu satu dalam wujud, sama-sama manusia, tetapi apakah ketiganya sama? Tentu saja tidak, mereka tetaplah tiga orang manusia berbeda. Tuhan Bapa, Tuhan anak maupun Tuhan Roh Kudus adalah sama-sama Tuhan namun mereka tetap tiga individu Tuhan yang berbeda, inilah sebenarnya konsep yang terkandung dalam paham Trinitas atau Tritunggal pada dunia Kristen. Untuk menjadi pemikiran lanjutan bagi kita semua, bahwa dunia Kristen Trinitas meyakini Isa al-Masih merupakan anak Tuhan sekaligus Tuhan itu sendiri yang lahir menjadi manusia untuk menerima penderitaan diatas kayu salib demi menebus kesalahan Adam yang telah membuat jarak yang jauh antara Tuhan dengan manusia.
Sekarang, bila memang demikian adanya, bisakah kita menyatakan bahwa pada waktu penyaliban terjadi atas diri Isa maka pada saat yang sama Tuhan Bapa (Allah) telah ikut tersalibkan? Hal ini perlu diangkat sebagai acuan pemikiran yang benar, bahwa ketika Tuhan telah memutuskan diri-Nya untuk terlahir dalam bentuk manusia oleh perawan Maria maka secara otomatis antara Isa dengan Tuhan Bapa tidak berbeda, yang disebut Isa al~Masih hanyalah raga manusiawinya saja tetapi isi dari ruhnya adalah Tuhan sehingga hal ini menjadikan diri Isa pantas disebut Tuhan anak.
Dalam keadaan apapun selama tubuh jasmani Isa masih hidup dan melakukan aktivitas layaknya manusia biasa, pada waktu itu Ruh Tuhan pun tetap ada dalam badan jasmani tersebut dan tidak bisa dipisahkan, sebab jika Ruh Tuhan telah keluar dari badan kasarnya maka saat itu juga Isa al~Masih mengalami kematian, karena tubuh jasmani telah ditinggalkan oleh ruhnya. Jadi logikanya, sewaktu tubuh jasmaniah Isa disalibkan, maka zat Tuhan juga telah ikut tersalib, artinya secara lebih gamblang, Tuhan Bapa telah ikut disalib pada waktu bersamaan (sebab mereka satu kesatuan). Pada waktu tubuh jasmani Isa al~Masih bercakap-cakap dengan para murid serta para sahabat lainnya maka pada waktu yang bersamaan sebenarnya Tuhan-lah yang melakukannya dibalik wadag tersebut.
Dan sekarang bila Isa mengalami kejadian-kejadian tertentu seperti mengutuki pohon Ara karena rasa laparnya namun ia tidak menjumpai apa-apa disana selain daun (Lihat Injil Matius pasal 21 ayat 18 dan 19) maka hal ini menyatakan ketidak tahuan dari diri Isa mengenai segala sesuatu dan berimplikasi bahwa Tuhan yang mengisi jiwa dari wadag manusia Isa al~Masih itupun bukanlah Tuhan yang sebenarnya, sebab ia tidak bersifat maha mengetahui sedangkan pencipta alam semesta ini haruslah Tuhan yang mengenal ciptaan-Nya sekalipun itu dalam wujud makhluk paling kecil dan hitam yang tidak tampak secara kasat mata berjalan pada malam yang paling kelam sekalipun.
Dan pada waktu Isa merasa sangat ketakutan sampai peluhnya membasahi sekujur tubuhnya bagaikan titik-titik darah yang berjatuhan ketanah seperti ditulis oleh Injil Lukas pasal 22 ayat 44, maka pada saat yang sama kita menyaksikan Tuhan yang penuh kecacatan, betapa tidak, Tuhan justru frustasi dan kecewa sampai Dia mau mati (Lihat Injil Matius pasal 26 ayat 38) akibat ketakutan-Nya kepada serangan para makhluk ciptaan-Nya sendiri yang seharusnya justru menjadi lemah dan bukan ancaman menakutkan dimata Tuhan. Dan didetik-detik tersebut kita dapati pada Injil Matius pasal 26 ayat 36 sampai 39 Isa telah memanjatkan doa yang ditujukan kepada Tuhan. Sungguh suatu kejanggalan yang sangat nyata sekali, betapa Tuhan telah menjadi makhluk dalam bentuk manusia dan Tuhan itu masih memerlukan bantuan dari pihak lain (dalam hal ini Tuhan itu butuh bantuan Tuhan juga), disinilah sebenarnya kita melihat kenyataan bahwa Isa al~Masih itu sendiri bukan Tuhan, dia hanyalah makhluk dan sebagai makhluk maka seluruh dirinya terlepas dari unsur-unsur ketuhanan, baik jasmani maupun rohaninya. Karena itu dia pasti membutuhkan bantuan Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang Maha Tahu, Tuhan yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu dari ciptaan-Nya serta Tuhan yang Maha Gagah.
Doktrin kemanunggalan Isa al~Masih dengan Tuhan, memang sungguh layak untuk bisa dikaji ulang, kalimat keanakan Tuhan yang dilekatkan padanya jelas bukan bahasa metafora. Dalam banyak kitab dan pasal pada Perjanjian Baru, kita sebut saja misalnya Injil Matius pasal 26 ayat 64, Kisah Para Rasul pasal 7 ayat 55 dan 56, Kitab Roma pasal 8 ayat 34 dan sebagainya telah disebut bahwa Isa al~Masih sebagai Tuhan anak telah duduk disebelah kanan Tuhan Bapa, artinya mereka berdua (antara Tuhan Bapa dengan Tuhan anak) merupakan dua Tuhan yang berbeda, bukankah semakin jelas kita melihat ada dua Tuhan dan bukan satu Tuhan, dan jika paham satu Tuhan disebut sebagai Tauhid atau Monotheisme maka sistem banyak Tuhan (lebih dari satu Tuhan) disebut sebagai Pluralisme Tuhan atau Polytheisme. Inilah bukti yang bisa kita persembahkan kepada golongan yang masih menerima Isa sebagai Tuhan dan menganggapnya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kita bukan hendak menghujat ataupun melakukan bentuk penistaan terhadap ajaran maupun keyakinan agama lain, namun disini kita mencoba menyampaikan kebenaran melalui kalimat dan bukti-bukti yang bisa ditelaah dan dipelajari secara obyektif oleh setiap orang. Islam melarang umatnya untuk melakukan pelecehan agama manapun, kita akan tetap menghormati mereka meskipun menolak apa yang sudah disampaikan. Kiranya buku ini bisa mendatangkan hikmah dan hidayah bagi setiap pembacanya dan bukan malah memunculkan polemik baru yang akan semakin memecah belah rasa persaudaraan antar iman di Indonesia.
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125



Share

Twitter Facebook Digg Delicious Favorites More