Senin ; 9 - april - 2012
Lin Yutang adalah generasi ketiga Kristen di Tiongkok. Ayahnya melayani sebagai pendeta Presbiterian di sebuah desa kecil. Setelah Lin lulus kuliah dan mulai mengajar di Peking, ia mulai menyerap paham-paham humanisme di sekelilingnya. Lin selanjutnya membuat sebuah nama bagi dirinya sebagai seorang sarjana dan penulis tersohor. Kemudian suatu hari, istrinya yang Kristen mengajak dia untuk pergi ke gereja bersamanya. Mereka berada di New York City saat itu. Lin tidak terlalu tertarik, tetapi keyakinannya bahwa manusia dapat mengangkat diri oleh usaha sendiri mulai goyah. Begitu jelas bagi Lin bahwa, meskipun dengan kemajuan teknologi, pria dan wanita masih dapat berperilaku seperti orang biadab di abad kedua puluhan.
Lin bersama istrinya menghadiri sebuah gereja di Madison Avenue. Pendetanya fasih berkhotbah tentang kehidupan kekal, tetapi
topiknya tidak banyak menarik minat Lin. Namun sesuatu yang didengarnya hari itu mengena ke dalam pikirannya. Mungkinkah ada sesuatu yang lebih dalam kehidupan dibandingkan kerutinan sekular ini? Pertanyaan itu membayangi pikirannya, dan akhirnya menggerakkan dia untuk membaca Alkitab. Awalnya ia hanya membaca ulang Injil, tetapi ia segera mendapati dirinya sedang berhadapan muka dengan muka kepada Allah dalam diri Kristus. Sebagaimana dikatakannya kemudian, ia menemukan: “Kesederhanaan yang menakjubkan dan keindahan dalam ajaran Yesus. Tidak seorang pun pernah berbicara seperti Yesus.”
Gambaran Lin tentang Allah mulai berubah. la terpesona bahwa Allah, sebagaimana yang dinyatakan Yesus, begitu berbeda daripada apa yang dianggap orang-orang tentang Dia. Injil membuat Lin mengerti dunia. Sekarang, materialisme baginya tidak sejalan dengan kenyataan. la tidak dapat percaya bahwa dunia, sebagaimana dikatakannya, “Hanya satu putaran atom-atom yang mengikuti hukum mekanis.” Tidak, manusia memiliki pilihan moral yang nyata.
Lin Yutang menemukan di dalam Kristus dan Injil-Nya satu kecukupan yang sempurna. la mengatakannya dengan sederhana, “Memandang kehidupan saya di masa lalu, saya tahu bahwa selama 30 tahun saya hidup di dunia ini seperti seorang yatim piatu. Sekarang saya bukan lagi seorang yatim piatu.”
Kadang-kadang keraguan menjejali pikiran orang-orang Kristen yang tulus. Yesus menyediakan kepastian di masa keraguan kita. la mengingatkan kita, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6). Yesus menjernihkan keraguan-keraguan kita. Kekristenan itu bukanlah satu uraian; itu adalah Yesus. Ketika keragu-raguan mengaburkan iman Anda, bukalah Injil. Perkenalkan kembali diri Anda kepada Yesus. Jatuh cintalah lagi kepada-Nya. Jadi, ketika rintangan menumpuk menghadang Anda, masih ada Yesus, dan Dia sudah cukup untuk itu.
Tuhan Memberkati!